Bahlil Lahadalia Tegaskan Soal PLTU Batu Bara: “Sudahlah, Negara Ini Lagi Butuh Uang!”

pttogel Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, kembali membuat pernyataan tegas yang menyedot perhatian publik. Kali ini, pernyataannya terkait dengan rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di Indonesia. Dalam sebuah forum diskusi terbuka, Bahlil menyatakan bahwa negara saat ini masih membutuhkan pemasukan, dan mempensiunkan PLTU batu bara secara tergesa-gesa bisa berdampak negatif terhadap pendapatan negara dan ketahanan energi.

Realitas Kebutuhan Ekonomi Nasional

“Sudahlah, negara ini lagi butuh uang,” tegas Bahlil dalam pernyataannya yang lugas. Ia menyebut bahwa meski transisi energi penting, Indonesia tidak bisa serta-merta meninggalkan batu bara yang selama ini menjadi salah satu sumber energi dan devisa utama negara. Menurut Bahlil, ada kenyataan ekonomi yang tidak bisa diabaikan: pendapatan negara dari sektor batu bara masih signifikan dan menjadi tulang punggung di tengah tekanan ekonomi global.

baca juga: tangis-fabio-quartararo-di-pinggir-trek-silverstone-drama-dan-kekecewaan-di-balik-motogp-inggris

PLTU batu bara tidak hanya menopang pasokan listrik nasional, tetapi juga mendukung kelangsungan industri padat energi seperti manufaktur dan pertambangan. Pensiun dini terhadap PLTU, apalagi tanpa perencanaan matang dan pengganti yang jelas, dapat menyebabkan defisit pasokan listrik dan berpotensi mengganggu iklim investasi.

Kritik terhadap Tekanan Internasional

Bahlil juga menyinggung tekanan dari negara-negara maju yang mendorong Indonesia agar segera menghentikan penggunaan batu bara. Menurutnya, ada ketimpangan dalam narasi transisi energi. Negara-negara maju yang sebelumnya membangun industrialisasi melalui penggunaan energi fosil, kini mendesak negara berkembang untuk beralih secara instan ke energi bersih, tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi dan struktur energi lokal.

“Jangan karena kita didikte negara maju, terus kita ikut-ikut, padahal mereka dulu juga pakai batu bara untuk bangun industrinya,” ucapnya.

Ia menegaskan bahwa Indonesia akan tetap melaksanakan transisi energi, tetapi harus dilakukan secara adil, bertahap, dan realistis—tidak boleh mengorbankan kebutuhan pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Komitmen terhadap Energi Terbarukan Tetap Ada

Walau memberikan pembelaan terhadap keberadaan PLTU, Bahlil juga menyatakan bahwa pemerintah tetap berkomitmen pada energi terbarukan. Transisi energi tidak akan ditinggalkan, namun dilakukan dengan pendekatan yang mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan kesiapan infrastruktur.

Dalam program Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia telah menyusun peta jalan untuk mengurangi emisi dan perlahan mengalihkan penggunaan energi dari batu bara ke sumber yang lebih ramah lingkungan. Namun, menurut Bahlil, program seperti JETP harus memberikan dampak langsung dan konkret, termasuk dukungan finansial nyata agar tidak hanya menjadi janji kosong.

Penutup

Pernyataan Bahlil mencerminkan pendekatan realistis pemerintah dalam menghadapi dilema antara keberlanjutan lingkungan dan kebutuhan ekonomi nasional. Di satu sisi, Indonesia sadar pentingnya menjaga bumi dari krisis iklim. Namun di sisi lain, negara juga harus menjamin stabilitas energi dan ekonomi rakyat. Untuk itu, transisi energi di Indonesia tidak bisa hanya berdasar pada tekanan global, tapi juga harus sesuai dengan kepentingan dan kesiapan domestik.

Dalam menghadapi tantangan energi masa depan, Indonesia memilih jalan tengah: tetap berkomitmen terhadap energi hijau, tapi tidak meninggalkan sumber daya yang masih vital bagi pembangunan nasional.

sumber artikel: www.huntsvillemuskokamobilemassage.com